DPR Dorong Pemerintah Tangkal Kebijakan Tarif Trump dengan Keberanian

Arash Multimedia , JAKARTA — Komisi XI DPR menuntut pemerintah untuk tanggap dan lawan keputusan Presiden AS. Donald Trump yang menerapkan biaya sebesar 32% pada barang-barang dari Indonesia.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Hanif Dhakiri menganggap aturan tariff baru Amerika Serikat sebagai peringatan penting bagi kondisi ekonomi dalam negeri. Ia menekankan agar pemerintah cepat bertindak dengan mengambil tindakan yang kuat, konkret, terencana, serta bersifat pro-rakyat.

"Masalah ini tidak semata-mata tentang bisnis, tetapi merupakan serangan langsung terhadap sektor manufaktur dan jutaan tenaga kerja. Pemerintah tidak boleh hanya mengamati dari luar, melainkan perlu bertindak dengan sepenuhnya," ungkap Hanif dalam siaran persnya pada hari Kamis, 3 April 2025.

Anggota parlemen dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa tersebut yakin bahwa tarif terbaru yang diberlakukan oleh Trump akan secara langsung menargetkan produk eksport utama Indonesia yang populer di pasaran Amerika Serikat seperti sepatu, tekstil dan pakaian jadi, minyak sayur, serta peralatan elektrik.

Karenanya, lanjut dia, apabila hal ini tidak dicegah, dikhawatirkan akan berdampak luas seperti penurunan nilai ekspor, pengangguran bertambah, inflasi meroket, serta kemampuan pembelian masyarakat terkompresi.

Hanif juga menyoroti bahwa nilai tukar rupiah pernah mencapai level Rp16.675 per dolar AS walaupun Bank Indonesia sudah merilis lebih dari US$4,5 miliar cadangan devisa guna melakukan intervensi di pasaran.

Menurut dia, kebijakan moneter sendiri tak mencukupi. Ia menekankan bahwa pemerintah perlu menguatkan sektor riil serta sektor fiskal.

Hanif mendesak pemerintah untuk melakukan diversifikasi pasar ekspor menuju wilayah BRIICS dan Afrika. Tambahan lagi, dia menekankan pentingnya memperkuat Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) serta industri yang menggunakan bahan baku lokal sehingga dapat meningkatkan kelas sambil tetap siap menghadapi goncangan dari luar negeri.

"Kita perlu menjawab tarif dari AS dengan berani melakukan industrialisasi. Barang buatan dalam negeri tidak hanya harus bertahan, tetapi juga harus berkembang dan memasuki pasaran baru," ujarnya.

Di sisi lain, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan bahwa Amerika Serikat adalah mitra perdagangan yang signifikan bagi Indonesia. Karena alasan tersebut, pemerintah perlu mengambil tindakan dengan pendekatan diplomatik terhadap tarif baru dari Amerika Serikat.

Meskipun begitu, Dasco juga menggarisbawahi bahwa pemerintah perlu memastikan Indonesia tidak berubah menjadi "tong sampah" untuk barang-barang hasil produksi negeri lain yang dihalangi masuk ke pasaran AS disebabkan peningkatan tariff.

"Kondisi ini sungguh membahayakan bagi sektor manufaktur dalam negeri dan dapat mencegah kemajuan pemrosesan pasca panen kami. Kami harus melindungi kepentingan negara dengan kerja sama semua pihak," ungkap Dasco saat diwawancarai para jurnalis pada hari Kamis, 3 April 2025.

Kebijakan Trump

Berikut adalah penjelasannya: Trump secara resmi telah memutuskan bahwa seluruh mitra perdagangan Amerika Serikat akan dikenai tarif minimal sebesar 10%. Sementara itu, bagi negara-negara yang dinilai memberlakukan hambatan signifikan pada produk-produk dari AS, akan menerima tarif tambahan yang lebih tinggi.

Sebabnya, sesuai dengan apa yang sering dia sampaikan dalam pidato-pidatonya, Trump bertujuan untuk menciptakan Anggaran Seimbang (balanced budget), yaitu menghilangkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebesar 0% dari Produk Domestik Bruto selama ia menjabat sebagai presiden.

"Ini merupakan pengumuman kemerdekaan kita," ujar Trump di Taman Mawar, Istana Kepresidenan, sebagaimana dikutip oleh Reuters.

Produk-produk dari Indonesia kini terkena tarif impor sebesar 32%, padahal sebelumnya hanya 10%. Bahkan, untuk beberapa jenis barang konsumsi, tarif sama sekali tidak dikenakan karena Indonesia mendapat fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) dari pemerintah Amerika Serikat. ada negara-negara berkembang.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Ad Placement

Ad Placement